Paroki Santa Perawan
Maria Gresik
Setelah sekian lama menunggu,
akhirnya Paroki Santa Perawan Maria Gresik yang berlokasi cukup jauh dari
paroki-paroki yang ada di lingkungan regio Surabaya Barat mendapat jawaban atas
keinginan mempunyai gedung gereja yang jauh lebih besar dan luas untuk
menampung pesatnya perkembangan umat di paroki ini. Paroki Santa Perawan Maria
Gresik yang tergolong relatif muda semenjak diresmikan pada tanggal 22 Desember
1996 mempunyai berbagai kisah suka dan duka, keprihatinan, dan tantangan
mengisi kisah perjalanan paroki ini semenjak dirintis pertama kalinya hingga
saat ini dimana Paroki Santa Perawan Maria Gresik akhirnya mempunyai gedung
gereja baru yang representatif bagi dinamika umatnya. Hal tersebut dirasa pencapaian
yang luar biasa bagi umat di paroki tersebut mengingat begitu sulit dan
menghabiskan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan ijin membangun gereja yang
jauh lebih besar dan mampu merealisasikan keinginan tersebut. Dengan
diresmikannya gedung gereja baru pada tanggal 7 Juni 2009, merupakan hasil
kerja keras atas usaha para pendahulu yang dimulai semenjak tahun 1932. Dari
perjalanan sejarah dari awal hingga menjadi paroki, ada beberapa tahapan masa yang
dilalui oleh paroki ini, yaitu: Masa Perintisan (1958 – 1965), Masa Pembangunan
Fisik (1966 – 1975), Masa Pengembangan Stasi (1976 – 1990), dan Masa Persiapan
Paroki (1991 – 1996).
Masa Perintisan (1958
– 1965)
Berdasarkan ingatan para sesepuh
yang entah mengikuti ataupun mendengar awal mula komunitas kecil Katolik di kota
Pudak ini, sekitar tahun 1932 sudah ada beberapa umat Katolik yang sering
merayakan ekaristi di sebuah gedung pengadilan di sekitar jalan Basuki Rahmat
sekarang. Memang tidak ada informasi yang jelas berapa orang, ataupun apakah
mereka orang asli Gresik ataupun pendatang. Namun menurut informasi yang ada,
Pastor yang melayani ekaristi di gresik adalah Pastor Massen, CM.
Tahap persiapan menjadi stasi
dimulai pada 5 September 1958 ditandai dengan penugasan FX Rahardjo oleh Pastor
Van Aarsen, CM untuk menghimpun umat agar dapat merayakan ekaristi yang
teratur. Perayaan dilaksanakan satu bulan sekali di gedung PLN (rumah Bpk.
Sukodiharjo di jalan Raden Santri). Ada sekitar 20 umat yang hadir. Pada saat
yang sama pelajaran agama untuk anak-anak mulai diadakan. Pengurus umatpun
segera dibentuk. Sebagai ketuanya adalah Sukodihardjo dibantu oleh dr. Kwa Song
Jie dan FX Rahardjo.
Tahun 1960, jumlah umat menjadi
sekitar 70 orang dan perayaan misa pun diadakan seminggu sekali. Tempat
perayaanpun diperluas hingga bagian belakang rumah. Pastor yang ditugaskan
melayani misa adalah Van Aarsen, CM dan Windrich Pr. Satu tahun kemudian
pelajaran katekumen mulai dilaksanakan dan WKRI Gresik pun dibentuk dengan
Ketua Ibu Sahid, penulis Ibu Rahardjo, bendahara Ibu F. Kwa Song Jie, Ibu
Sutomo serta Ibu Sukodihardjo sebagai pembantu.
Pada tahun 1963, jumlah umat
semakin berkembang yaitu mencapai 150 orang. Perayaan natal pertama kali
dilaksanakan di sebuah sekolah dasar bernama SD Setia Budhi. Para pastor yang
melayani waktu itu adalah Van Aarsen CM, Windrich Pr, dan Heuvelmans CM. Tempat
untuk perayaan misapun berpindah lagi ke rumah The Kie Theng di jalan K.S.
Tubun dalam bentuk kapel.
Pada Tahun 1964 sekitar 30 anak
mendapatkan sakramen baptis, sehingga jumlah umatpun bertambah sekitar 180
orang. Dikarenakan Bapak dan Ibu Sukodihardjo pindah ke kota lain, maka
pengurus kelompok umat digantikan oleh dr. Kwa Song Jie sebagai ketua, Bapak FX
Rahardjo sebagai penulis, Ibu F. Kwa Song Jie sebagai bendahara dan seksi usaha
dipegang oleh Bapak Liem Ing Tiong serta WKRI.
Pada tahun 1965, tempat untuk
perayaan misa berpindah kembali ke rumah Tjoa Sie Thwan (Jl. Wachid Hasyim).
Saat itu sekitar 40 remaja dan 60 dewasa mendapatkan sakramen baptis sehingga
jumlah umat mencapai 280 orang. Pada masa itu, dana mulai dihimpun untuk
membeli tanah sebagai persiapan pembangunan gereja dengan mengadakan berbagai
pertunjukan, bazaar, dan menggalang dana dari para donator dan simpatisan di
luar negeri.
Pembangunan Fisik
(1966 – 1975)
Pada tahun 1966, dari dana yang
terkumpul rencanannya akan digunakan untuk membeli sebidang tanah seluas 8.400
m2 seharga Rp. 5 juta. Namun dari dana yang ada masih belum mencukupi untuk
membeli seluruhnya. Menurut catatan sertifikat, luas tanah yang terbeli seluas
7.130 m2.
Pada tahun-tahun ini, para pastor yang melayani umat
diwilayah ini adalah heuvelmans CM, Tondo Wijoyo dan Harjo CM. Pernah suatu
ketika Duta besar Vatikan berkenan mengunjungi umat setelah pemberkatan
pembangunan pabrik Petrokimia Gresik yang kebetulan dikerjakan oleh kontraktor
Italia.
Pada tahun 1967, berkat dukungan Pastor Ylst CM dan Pastor
heuvelmans CM, simpatisan serta umat, bangunan gereja mulai dikerjakan dan
diresmikan oleh Bapa Uskup Surabaya yaitu Yohanes Klooster CM pada tanggal 16
Desember 1967. Sejak itu, tanggal tersebut menjadi hari stasi dan umat memilih
pelindung Beata Mariae Virginae atau
Santa Perawan Maria. Dan stasi Gresik menjadi bagian wilayah Paroki Kelahiran
Santa Perawan Maria Kepanjen. Dan tahun-tahun berikutnya, pembangunan gereja
dilanjutkan dengan pembangunan kelengkapan gereja seperti pastoran, bangsal dan
pengadaan perlengkapan gereja. Sejak tahun 1975, Ylst CM digantikan oleh
Tandyasukmana CM untuk melayani dan mengembangkan gereja stasi Santa Perawan
Maria Gresik.
Masa Pengembangan
Stasi (1976 – 1990)
Dikarenakan gedung gereja tidak
lagi mampu menampung jumlah umat yang selalu bertambah, maka pada tahun 1981,
gereja mengalami perluasan dengan membangun bangunan tambahan sehingga maampu
melayani umat dalam mengikuti seluruh perayaan liturgi. Pada tanggal 19 Agustus
1984, umat stasi Gresik memiliki sebuah gua Maria yang telah diresmikan oleh
Bapa Uskup Surabaya Mgr. A.J. Dibyokaryono, Pr.
Semenjak Pastor Tandyasukmana melayani stasi Gresik
kepengurusan stasi mulai dibentuk dan disesuaikan dengan kebutuhan umat dengan
dibantu oleh pengurus stasi. Sebanyak 8 lingkungan dibentuk agar memudahkan
usaha pastoral bagi umat stasi.
Masa Persiapan
menjadi Paroki (1991 – 1996)
Keinginan umat untuk menjadi
paroki semakin menguat. Tanggapan Bapa Uskup waktu itu adalah umat diharap
bersabar dan menyiapkan diri karena menjadi sebuah paroki bukanlah hal yang
mudah. Untuk itu, pengurus stasi mulai mempersiapkan tenaga-tenaga yang lebih
muda, untuk membantu reksa pastoral baik ditingkat stasi maupun lingkungan.
Pada saat Keuskupan Surabaya secara resmi memiliki uskup
baru yakni Mgr. Y. Hadiwikarto, Pr pada tanggal 25 Juli 1994, umat stasi Gresik
secara resmi mengungkapkan keinginan status stasi ditingkatkan menjadi paroki.
Meski jumlah umat yang ada masih terlalu kecil menjadi paroki namun pada tahun
1996, umat stasi Gresik mendapat kabar gembira bahwa stasi Gresik adalah salah
satu stasi yang akan ditingkatkan menjadi paroki. Untuk itu, panitia peresmian
paroki memulai menyiapkan segala sesuatunya termasuk memperbaiki bangunan
pastoran agar layak ditinggali oleh pastor paroki. Dan akhirnya pada tanggal 22
Desember 1996 stasi Gresik resmi berganti status menjadi paroki dengan tetap
memilih pelindung Santa Perawan Maria dengan Pastor paroki yang pertama yaitu
pastor E. Rahmat CM.
Dalam perjalanan waktu, paroki
Santa Perawan Maria Gresik terus menunjukkan perkembangan yang cukup besar
terutama dari segi jumlah umat. Dari tahun ke tahun, kebutuhan gedung gereja
yang memadai agar mampu menampung
seluruh umat pada saat perayaan besar seperti perayaan Natal setiap tahunnya.
Dan gagasan tersebut mendapatkan respon yang posistif baik dari pastor paroki
dan dari pihak keuskupan. Dengan dukungan Keuskupan tersebut melalui surat ijin
dari uskup tertanggal 24 Oktober 2000 dimulailah usaha untuk mempersiapkan
pembangunan gereja baru baik dari segi kepanitiaan, dana, pengurusan IMB, dan
konsep kerangka dasar rencana fisik yang dibantu oleh Bapak Harry Widayanto
dari Paroki Santo Yusup Kediri. Pada tanggal 29 Desember 2006 akhirnya
didapatkan ijin untuk membangun gereja baru melalui Peraturan Bupati Gresik No.
816 tahun 2006.
Setelah sekitar 3 tahun
pembangunan fisik gedung, pada tanggal 7 juni 2009, Bapa Uskup Surabaya Mgr.
Vincentius Sutikno Wisaksono, Pr. meresmikan gedung gereja baru Paroki Santa
Perawan Maria yang disaksikan seluruh umat dan para donator yang secara khusus
diundang dalam acara ini. Hal ini menjadi tugas para pengurus Dewan Pastoral
Paroki untuk semakin baik dalam melayani umat dan pengembangan iman umat di
masa mendatang.
Sekilas Pandang
Paroki Santa Perawan Maria Gresik.
Paroki Santa Perawan Maria berada
dalam wilayah hukum Kabupaten Gresik yang luas daratannya sekitar 1.192,25 km2
yang berbatasan dengan Surabaya, Mojokerto, Sidoarjo dan Lamongan. Kabupaten
Gresik termasuk wilayah yang kurang subur untuk bercocok tanam sehingga bukan
sector pertanian yang diunggulkan. Sedangkan sektor pariwisata tidak terlalu
memiliki lokasi yang menarik kecuali daerah pesisir pantai. Sehingga pemerintahan
daerah memilih untuk mengembangkan daerah industri yang memberikan kontribusi
yang tidak kecil bagi pembangunan.
Mengingat di Kabupaten Gresik,
ada 2 tokoh yang sangat mempengaruhi corak budaya dan ciri khas yaitu Sunan
Giri dan Sunan Maulana Malik Ibrahim, maka tidak heran di Gresik terdapat cukup
banyak pondok pesantren sehingga Gresik terkenal dengan sebutan Kota Santri.
Kehadiran Pondok pesantren dengan para santrinya telah menciptakan lahan bisnis
tersendiri bagi masyarakat Gresik khususnya kebutuhan pakaian khas para santri
laki-laki seperti songkok dan sarung. Dua produk ini cukup mampu berbicara
ditingkat internasional dan dianggap sebagai sentra industri songkok dan sarung
terbesar di Indonesia.
Paroki Santa Perawan Maria Gresik
yang didirikan pada tahun 1996 sebelumnya merupakan salah stasi dari Paroki
Kepanjen, Surabaya. Di tengah-tengah mayoritas penduduk yang beragama Islam,
Paroki Santa Perawan Maria Gresik mengalami perkembangan yang cukup signifikan
dari tahun ke tahun baik dari kuantitas jumlah umat maupun dari segi
perkembangan fisik gereja. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk di
Kabupaten Gresik, sekitar 1.029.885 jiwa (thn 2007), umat Katolik cukup kecil
yaitu 1.300 jiwa atau 0,13% meski tiap tahunnya umat paroki ini bertambah. Seperti
yang tercatat baptisan baru yaitu pada tahun 2007 sekitar 57 orang, tahun 2008
sekitar 35 orang sedangkan tahun 2009 sebanyak 37 orang. Hanya saja tidak ada
data yang menunjukkan berapa orang yang berpindah agama.
Data terakhir yang didasarkan sensus paroki 2001, umat
paroki berjumlah 1.400 jiwa yang terbagi dalam wilayah territorial yaitu 2
Wilayah yaitu wilayah satu dan wilayah dua; dan 1 stasi yaitu Stasi Lamongan;
serta 13 lingkungan antara lain di wilayah I terdapat lingkungan St. Hironimus
(40 KK), lingkungan Yohanes Rasul (35 KK), lingkungan Yohanes Pemandi (50 KK), lingkungan
Petrus (30 KK), lingkungan Andreas (22 KK); sedangkan di wilayah II terdapat
lingkungan Antonius (25 KK) , lingkungan Vinsensius (30 KK), lingkungan Fransiskus
Xaverius (25 KK), lingkungan Yosep (28 KK), lingkungan Anna (30 KK), lingkungan
Paulus (35 KK) serta lingkungan-lingkungan di Stasi Santo Fransiscus Xaverius Lamongan
antara lain lingkungan Markus (20 KK) dan lingkungan Sang Timur (23 KK). Mayoritas
umat adalah pendatang dari kota-kota seperti Jogjakarta, Blitar, Malang dan
dari kota-kota di NTT. Mereka bekerja di sektor industri antara lain 2 pabrik
yang cukup besar yaitu PT Semen Gresik dan PT Petrokimia. Sedangkan umat
lainnya adalah keturunan China yang umumnya bekerja di sektor perdagangan.
Kesibukan
kerja dan pola kerja yang bersifat giliran atau shift agak mempersulit reksa pastoral yang bersifat territorial.
Kegiatan lingkungan cenderung cukup hidup, meski hanya dipenuhi oleh
orang-orang yang sering terlibat didalamnya namun reksa pastoral masih belum
cukup menjangkau sebagian besar umat. Untuk itu paroki sangat membutuhkan
gerakan-gerakan baru dan reksa pastoral kreatif yang bersifat
kategorial-fungsional. Selain itu juga, kondisi social-ekonomi umat paroki juga
memiliki karakteristik khusus. Sebagian umat menduduki posisi penting di
perusahaan besar seperti PT Semen Gresik dan PT Petrokimia juga menjabat posisi
penting dalam Dewan Pastoral Paroki. Pola kepemimpinan dan pengelolaan sangat
diwarnai oleh latar belakang mereka di perusahaan tempat mereka bekerja. Dan
membawa konsekuensi bahwa kesenjangan tingkat social-ekonomi tidak jarang
menimbulkan persoalan yang serius.
Umat
Paroki Santa Perawan Maria Gresik cenderung apresiatif dalam setiap kegiatan
menggereja. Kebutuhan untuk membangun hidup berkomunitas dalam iman relative
tinggi mengingat hal tersebut merupakan kompensasi dari kepenatan bekerja di
pabrik. Namun ada satu persoalan yang menghambat pelaksanaan kegiatan paroki
adalah persoalan waktu. Praktis hampir semua kegiatan efektif dilaksanakan
hanya pada hari Minggu karena hari itu waktu sebagian umat tidak bekerja
sedangkan di hari lainnya mereka sangat terikat dengan waktu shift kerja di
perusahaan masing-masing. Oleh karena itu, tidak banyak kelompok kategorial
yang dapat bertahan dan berkembang selain kelompok-kelompok seperti WKRI, ME,
MUDIKA, MISDINAR, BIAK, REKAT, KELOMPOK KITAB SUCI, KELOMPOK KOOR CAECILIA, dan
KELOMPOK LANSIA “BAPA ABRAHAM”. Kegiatan selain dari kelompok-kelompok tersebut
sangat sulit untuk berkembang, sebagai contohnya adalah Legio Maria, ataupun
kelompok-kelompok kategorial lain yang begitu berkembang di paroki lainnya.
Dari 5
tugas Gereja – persekutuan, pewartaan, pengudusan, pelayanan dan kesaksian –
prioritas kegiatan pastoral yang dilaksanakan oleh Dewan Pastoral Paroki
menitik beratkan pada pembinaan-pembinaan umat yaitu pastoral kaum muda,
pastoral keluarga dan katekese yang integratif dan kontekstual. Terlebih dengan
adanya Arah Dasar Keuskupan Surabaya, program pengembangan umat semakin
terencana dan terorganisir dengan baik. Hal itu sangat memudahkan pengurus
dewan pastoral paroki untuk menyusun prioritas program-program dalam
mengembangkan umat. Di sisi lain, kegiatan-kegiatan rutin liturgis masih
membutuhkan penyempurnaan yang terus menerus mengajak umat semakin kreatif dan
konsisten membangun kegiatan liturgis semakin baik dan sesempurna mungkin.
Dari
paroki-paroki yang berada di lingkungan Kevikepan Surabaya Barat, hanya Paroki
Gresik yang belum mempunyai sarana-sarana seperti sekolah Katolik dan klinik
ataupun BKIA bahkan biara sekalipun sampai saat ini. Sebagai akibatnya, banyak
umat paroki ini mencari layanan dari lembaga-lembaga tersebut di Surabaya
karena memang jarak antar kota cukup berdekatan. Entah mengapa baik sekolah
Katolik, klinik atau BKIA belum juga direncanakan untuk didirikan melayani umat
paroki maupun masyarakat di Gresik meski kebutuhan akan hadirnya
lembaga-lembaga tersebut cukup besar dalam membantu perkembangan dan pembinaan
umat di kota industri dan kota santri ini.
Sejalan
dengan perkembangan umat, saat ini paroki masih membutuhkan beberapa sarana dan
prasarana yang memadai untuk memfasilitasi kegiatan umat yang semakin majemuk. Hal
ini terlihat ketika banyak kelompok entah kategorial ataupun dari pengurus
dewan harus berebut untuk mendapatkan tempat atau ruang pertemuan setiap hari
minggunya. Di sisi lain, rumah pastoran yang saat ini ada juga masih belum
mencukupi bagi para pastor yang bertugas di paroki ini. Untuk itu, beberapa
saat yang lalu, dewan pastoral paroki membuat keputusan untuk membangun
bangunan rumah pastoran baru yang layak bagi para pastor yang bertugas.